“wes, ndang…”
Dalam bahasa Jawa, itu artinya “sudah, buruan”.
Kalau diingat-ingat banyak sekali konteks yang sering dikaitkan dengan dua kata pamungkas ini.
“wes, ndang nikah”
“wes, ndang punya anak”
“wes, ndang diterimo”
dan ungkapan wes ndang yang terkesan seperti masukan, tapi sejatinya lebih ke perintah.
Aku tidak dalam porsi hanya mengkritisi arti dua kata itu, karena sebetulnya bisa juga “wes, ndang” disandingkan dengan konteks yang lebih positif.
Misalnya, “wes, ndang mandi” (menurutku cukup memotivasi bagi mereka yg anti air)
Tapi, aku merasa dua kata itu lebih sering di gandengkan dengan obsesi orang lain yang melihat bahwa kita sedang berada di titik berbeda dari orang pada umumnya.
Bagaimana maksudnya?
Aku merasakan sendiri, di usia pernikahan yang menginjak 2 tahun, banyaak sekali saudara, kolega, dan circle pertemanan yang selalu bilang
“wes, ndang punya anak, nunggu apa lagi”, “wes, ndang keburu tua”, “wes, ndang nanti anaknya masih kecil, kamu udah tua, ga kuat ngebiayain sekolah”
Oh man!, ini bukan soal durasi lama pernikahan, ini juga bukan seperti lomba, ini bukan soal sudah waktunya, ini juga bukan soal mereka yang merasa lebih tahu apa yang terbaik untuk aku dan pasangan.
Ini lebih kepada kalian, orang-orang di sekitarku yang putus asa melihat kami berbeda dari mu atau pasangan pada umumnya.
Well, harus ku katakan bagiku pribadi, setiap pasangan punya komitmen, perencanaan, dan nilai masing-masing. Dan kamu tidak bisa sedangkal itu memutuskan kondisi seseorang dengan selorok kata “wes, ndang”.
PS: Jika teman-teman membaca tulisan ini. Percayalah! tidak perlu pusing dengan “wes, ndang”.
Sekian.
Pdn, July ’21